Rabu, 14 September 2011

Rhoma Irama, who is he?

Oma Irama
 Raden Oma Irama, yang kemudian populer dengan nama Rhoma Irama, lahir di Tasikmalaya,
11 Desember 1946.Kecintaannya sekaligus keprihatinannya pada musik Orkes Melayu (akar dari musik dangdut) yang termarginalisasi oleh gelombang musik Rock, mendorong Rhoma Irama membentuk Soneta Group yang beranggotakan delapan personel pada 11 Desember 1970. Soneta berambisi untuk membuat revolusi musik dimana Orkes Melayu bisa berdiri sejajar dengan jenis musik lainnya.

Rhoma Irama dan Soneta di tahun 1970-an
Soneta tahun 1970-an

  
Bersama Soneta Group, Rhoma sukses merombak citra musik dangdut (orkes melayu), yang tadinya dianggap musik pinggiran, menjadi musik yang layak bersaing dengan jenis-jenis musik lainnya. Kereseluruhan aspek pertunjukan orkes melayu dirombaknya, mulai dari penggunaan instrumen akustik yang digantinya dengan alat musik elektronik modern, pengeras suara TOA 100 Watt yang diganti dengan sound system stereo berkapasitas 100.000 Watt, pencahayaan dengan petromaks atau lampu pompa digantinya dengan lighting system dengan puluhan ribu Watt, begitu juga dengan koreografi serta penampilan yang lebih enerjik dan dinamis di atas panggung. 

Kesuksesannya bersama Soneta untuk merevolusi orkes melayu menjadi dangdut itulah yang menyebabkan seorang sosiolog Jepang, Mr. Tanaka, menyatakan Rhoma Irama sebagai 
"Founder Of Dangdut". 

Nama dangdut sendiri yang tadinya merupakan cemoohan atas musik orkes melayu berdasarkan suara gendangnya, justru diorbitkan Rhoma Irama pada tahun 1974 dengan menjadikannya sebagai sebuah lagu: Dangdut (yang kini lebih populer dengan nama Terajana).
Bersama Soneta Group, Rhoma mewakili musik dangdut dalam konser perdamaian di Istora Senayan, berbagi panggung dengan Ahmad Albar dan God Bless sebagai representatif musik rock. Konser tersebut berhasil mendamaikan perseteruan yang selama itu terjadi antara kubu musik dangdut dan musik rock.




Ahmad Albar (kiri) dan Rhoma Irama (kanan)




Bersama grup Soneta yang dipimpinnya, Rhoma tercatat pernah memperoleh 11 Golden Record dari kaset-kasetnya.


Selasa, 13 September 2011

Masa peralihan Melayu-Dangdut



Orkes Melayu era 1940-1970-an

Orkes Melayu (biasa disingkat OM, sebutan yang masih sering dipakai untuk suatu grup musik dangdut) yang asli, menggunakan alat musik seperti gitar akustik, akordeon, rebana, gambus, suling, bahkan gong.



 Pada tahun 1950-an dan 1960-an, banyak berkembang orkes-orkes Melayu di Jakarta, yang memainkan lagu-lagu Melayu Deli dari Sumatera (sekitar Medan).Pada masa ini, mulai masuk eksperimen unsur India dalam musik Melayu.Meskipun orang masih dapat merasakan sentuhan Melayunya, praktis sejak masa inilah musik Melayu telah berubah menjadi Dangdut yang kontemporer, dan sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, pop, dan rock.Gaya bermusik dangdut masa ini terus bertahan hingga tahun 1970-an.

Gaya musisi dan penyanyi Dangdut era th1970-an



Senin, 12 September 2011

Pelopor Dangdut

Munif Bahasuan yang dianggap pelopor musik dan maestro dangdut tanah air, mengaku tidak tahu darimana istilah "Dangdut" itu berasal. Sebab, ungkapnya, pada 1940-an sudah banyak musik yang lahir berbau dangdut, tetapi belum dinamakan musik dangdut., Munif menyebut lagu Kudaku Lari, yang dilantunkan A Harris pada 1953, sebagai satu di antara lagu pelopor irama yang kelak disebut dangdut ini. Alasannya, lagu itu telah memberanikan diri memasukkan suara gendang ala India pada orkes yang semula hanya memakai gitar, harmonium, bas dan mandolin.

Pada 1950-an, selain ada A Harris, juga ada nama-nama penyanyi dangdut lain, seperti Emma Gangga, Hasnah Thahar, dan Juhana Satar. Tapi, kemudian datang masa ketika supremasi terhadap lagu-lagu berirama Melayu direbut negeri jiran Malaysia.

Popularitas Teuku Zakaria Teuku Nyak Putih, atau lebih populer dengan nama P Ramlee, biduan Malaysia yang mengaku keturunan Aceh, memindahkan kiblat musik Melayu ke negeri itu. Melalui tembang Engkau Laksana Bulan dan Azizah, P Ramlee berjaya tak tersaingi. Apalagi setelah itu ia juga membintangi beberapa film layar lebar. Popularitasnya di Indonesia pun makin subur. Semua yang berbau Ramlee menjadi tren.


 Alm. P Ramlee (1929-1973)
 Madu Tiga (hits th1960) didaur ulang oleh Ahmad Dhani


Dan pada tahun 1960-an, muncullah Said Effendi, yang berhasil mengembalikan supremasi irama Melayu dari Malaysia ke Indonesia. Lewat lagu Bahtera Laju, Said Effendi menempatkan diri sebagai pelantun irama Melayu nomor wahid negeri ini. Ia menyingkirkan popularitas P Ramlee.
Said Effendi memiliki lagu-lagu populer yang diciptakannya sendiri, seperti Bahtera Laju, Timang-timang, dan Fatwa Pujangga, serta lagu karya orang lain, misalnya Semalam di Malaysia (Syaiful Bahri) dan Diambang Sore (Ismail Marzuki).


Alm.Said Effendi (1925-1983)

Ketenaran Said Effendi makin tak tertahan, ketika ia muncul dengan lagu Seroja karya Husein Bawafie. Sukses Seroja menarik minat sutradara Nawi Ismail untuk menokohkan Said Effendi ke dalam film dengan judul yang sama. Setelah itu, sutradara Asrul Sani pun menarik Said Effendi untuk membuat film Titian Serambut Dibelah Tujuh.

Gendang dan Seruling bambu



Gendang dan seruling/suling bambu adalah alat musik yang dimainkan dalam musik dangdut.Bisa dibilang gendang dan suling adalah ciri khas dari musik dangdut,tak dapat dipisahkan.

Dangdut

Dangdut merupakan salah satu dari genre seni musik yang berkembang di Indonesia. Bentuk musik ini berakar dari musik Melayu pada tahun 1940-an. Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi). Perubahan arus politik Indonesia di akhir tahun 1960-an membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar listrik dan juga bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, bahkan house music (^ Gehr, Richard (10 December 1991), "Dawn of Dangdut", The Village Voice 36: 86)

Penyebutan nama "dangdut" merupakan onomatope dari suara permainan tabla (dalam dunia dangdut disebut gendang saja) musik India. Putu Wijaya awalnya menyebut dalam majalah Tempo edisi 27 Mei 1972 bahwa lagu Boneka dari India adalah campuran lagu Melayu, irama padang pasir, dan "dang-ding-dut" India.Sebutan ini selanjutnya diringkas menjadi "dangdut" saja, dan oleh majalah tersebut digunakan untuk menyebut bentuk lagu Melayu yang terpengaruh oleh lagu India 
(Bahasa Tempo, Bahasa Kita, Tempo, edisi 7-13 Maret 2011. Penerbit PT. Tempo Inti Media, Tbk. Jakarta)